Pura Tirta Sudamala Buleleng - Lokasi Tepat Untuk Melukat

Senin 23 Januari 2012 kemarin, bertepatan dengan Hari Raya Imlek 2563 dan juga hari tilem (bulan mati), saya berhasil menjalankan niatan untuk melakukan purification bath (melukat). Ini adalah kegiatan melukat saya yang pertama yang benar-benar berdasarkan keinginan dari dalam diri. :). Kebetulan juga adik saya yang studi di Jogjakarta sedang liburan semester dan baru pada hari Minggu kemarin sampai di Singaraja, jadi sekalian saya ajak untuk ikut melukat.

Pura Tirta Sudamala adalah sebuah tempat yang sudah saya rencanakan sebelumnya menjadi tujuan melukat kali ini. Berlokasi di pinggiran kota Singaraja, tepatnya Jalan Sudirman, Gang 7, daerah Banyumala, Singaraja-Bali. Cukup mudah untuk dapat mencapai tempat ini, hanya berjarak sekitar 3 km dari pusat kota Singaraja. Namun akses jalan memasuki areal pura melewati gang perumahan warga yang tidak dapat dilalui oleh mobil. Apabila ada pemedek (umat,red.) yang datang dengan mobil, dapat melanjutkan dengan berjalan kaki. jaraknya juga tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu kurang lebih 5 menit.

Gb.1. Lokasi Pura Tirta Sudamala Buleleng

Pura Tirta Sudamala ini terletak di pinggiran sungai Banyuasri yang melintang dari selatan ke utara Buleleng dan bermuara di laut Buleleng. Sebelumnya saya sudah pernah datang untuk melukat bersama keluarga, namun itu mungkin sudah 10 an tahun yang lalu. Kondisi sekarang di tempat itu sudah sangat jauh berbeda. Kini telah berdiri bangunan pura seluas sekitar 3 m2 yang diresmikan pada tahun 2010 lalu. Di sebelah barat pura,di seberang sungai, terdapat pancuran yang berasal dari sumber mata air, di sanalah nantinya umat akan melakukan mandi melukat. Pancuran itupun telah disulap sedemikian rupa dengan bangunan apik, disertai pelinggih bhatara-bhatari di tempat tersebut.

Hal yang perlu dipersiapkan dari rumah, sebelum melakukan ritual melukat di pura Tirta Sudamala ini yaitu Banten pejati (jika ada), namun bila tidak dapat menghaturkan banten pejati, dapat juga menghaturkan sarana yang paling sederhana , yaitu canang sari dan beras jinah. Yang kedua yaitu kembang 7 rupa untuk sarana melukat. Namun bagi pemedek yang lupa membawa kembang 7 rupa dapat membelinya di warung dekat pura yang menyediakan sarana tersebut. Kemudian apabila pemedek ingin mengambil air suci untuk melukat di rumah, dapat mempersiapkan jirigan atau wadah lain untuk menampung air suci. Dan yang terpenting yang harus dipersiapkan adalah niat yang tulus dan suci untuk melakukan pelukatan. Disarankan pula sebelum melukat, pemedek mandi sehingga dalam keadaan bersih secara fisik ketika masuk ke areal pura.

Pemangku yang ngaturang ayah di pura tersebut akan menuntun anda dalam melakukan ritual pelukatan. Kembang 7 rupa yang telah dipersiapkan akan diminta oleh pemangku untuk keperluan melukat. Sebelum melukat, pemedek menghaturkan bhakti di hadapan Ida Bhatara Manik Sudamala yang berstana di pura tersebut dipimpin oleh pemangku. Disini pemedek menyampaikan niatan mereka untuk melukat di hadapan Ida Bhatara, agar direstui serta segala kekotoran dalam diri dan fikiran dapat dilebur dengan kekuatan air suci Sudamala.

Selanjutnya pemangku akan menuntun pemedek ke pancuran tempat ritual melukat dilaksanakan. Cukup mudah untuk menyeberangi sungai, karena airnya tidak terlalu dalam dan juga telah disediakan jalan beton untuk memudahkam pemedek menyeberang. Para pemedek diperintahkan untuk duduk bersila di hadapan pancuran, kemudian pemangku akan mulai menghaturkan mantra-mantra pelukatan sembari menyiramkan air suci yang diambil dari pancuran ke seluruh tubuh pemedek yang melukat. Ritual memandikan ini dilakukan hingga beberapa kali. Setelah itu, pemedek kembali ke pura dan melaksanakan puja kramaning sembah untuk mengucapkan terimakasih kepada Ida Bhatara Manik Sudamala atas anugerah air suci yang diberikan.
 
Melukat di tempat-tempat seperti ini memang dipercaya dapat mendatangkan ketenangan bathin bagi umat. Kita sebagai manusia yang lahir dan hidup di dunia tentunya telah ternoda oleh hal-hal duniawi. Hal duniawi inilah yang menutup mata bathin kita untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, Ida Sang Hyang Widhi, sehingga terkadang kita merasa berada dalam kegelapan, kegalauan dan kebingungan ketika menghadapi cobaan. Ketika kita merasa jauh dari Tuhan dan ingin mulai mendekatkan diri kepada-Nya, mulailah dengan melakukan rutinitas melukat, setiap ada hari baik seperti purnama dan tilem.(sup)

Narkoba Picu Kecelakaan Maut Tugu Tani

Lumayan shock juga saat kemarin (Minggu, 22 Januari 2012) mendengar kabar di televisi tentang kecelakaan maut yang terjadi di Jakarta. Kurang tahu persis sebenarnya dimana lokasi (karena bukan orang Jakarta.he3.) dan kronologis kejadiannya. Namun yang sangat mengusik pikiran saya adalah apa yang menyebabkan hal tersebut bisa terjadi hingga merenggut nyawa 9 orang termasuk diantaranya balita berusia 2,5 tahun.

Saya sangat terenyuk ketika mengetahui bahwa terjadinya kecelakaan di daerah Tugu Tani ini disebabkan karena pengemudi mobil berada dalam pengaruh obat-obatan terlarang. Pantas saja ketika melihat wawancara pasca kejadian, mimik si empunya (pengemudi, red.) mobil tak sedikitpun memancarkan perasaan bersalah yang begitu hebat setelah nyelonong ke arah sekumpulan pejalan kaki. Wah, mungkin begitu hebatnya pengaruh obat-obatan yang dikonsumsi sampai-sampai speedometer yang sudah nyaris menunjukkan angka 100 km/jam hanya terlihat setengahnya saja oleh si pengemudi. Seandainya saya ada di posisi si pengemudi (dalam keadaan sadar) pasti saya menangis terisak-isak atau bahkan jatuh pingsan melihat 9 mayat bergelimpangan di pinggir jalan akibat ulah saya. Namun lagi-lagi karena Narkoba, ke 9 orang yang rata-rata masih remaja harus rela kehilangan nyawa.

Melihat kejadian ini, kita sebagai pengguna jalan harus mengerti bahwa bukan hanya kita yang berada di jalan. Banyak pengguna jalan lain termasuk pejalan kaki yang berada dekat dengan kita yang mungkin akan menjadi korban ketika kita melakukan kelalaian. Dan yang paling penting, kita harus sepenuhnya dalam kondisi sadar ketika berkendara, tidak dalam pengaruh minuman keras/narkoba termasuk dalam keadaan mengantuk. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi kepolisian narkoba untuk mengusut kasus-kasus peredaran narkoba di Indonesia yang semarak di lingkungan hiburan malam termasuk juga tugas bagi Satlantas untuk mensosialisasikan keamanan berkendara di jalan raya, sehingga seluruh pengguna jalan merasa aman dan nyaman.

Terlepas dari itu semua, kembali lagi kepada kehendak Yang di Atas, ketika sesuatu harus terjadi, tidak ada seseorang atau sesuatu yang dapat menghalangi-Nya. Terkadang kita telah sepenuhnya mentaati peraturan dan waspada penuh saat berada di jalan, namun orang lain yang datang membawa bencana kepada kita. Intinya selalu waspada dan jauhi Narkoba. (sup)



Tata Cara Melukat


Trayas trimsad devatas
Jugupur apsu-antah
[Atharva Veda XIX.27.10]

Tiga-puluh-tiga [jumlahnya] dewata ada dalam air suci di alam dan melindungi umat manusia.


PENJELASAN
Keseluruhan alam semesta ini adalah rangkaian samudera energi [Prakriti] yang maha luas. Rig Veda menyebutkan, “Aditer dakso ajayata, daksad uaditih pari” [dari materi asalnya energi dan dari energi asalnya materi]. Ini teori yang sama dengan teori E=mc2 yang ditulis oleh Einstein.  Pohon, batu, awan, gunung, dll, semuanya adalah serangkaian energi yang berwujud materi. Tubuh dan pikiran kita-pun juga serangkaian energi. Kita makan dan minum adalah manifestasi sederhana dari merubah materi [makanan dan minuman] menjadi energi.

Banyak orang yang bertanya-tanya mengapa perasaan mereka tidak tentram, gelisah, mudah marah, mudah mengantuk, mudah lelah, sakit kepala, mimpi-mimpi intens, sakit-sakitan, merasa kacau, dll. Ini semua disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan aliran energi dalam tubuh kita, dimana potensi energi untuk semua hal itu ada dalam diri kita. Sehingga kita perlu mencerai-beraikan energi-energi negatif yang menghambat di dalam diri kita melalui bantuan energi-energi alam semesta yang suci.

Sumber: http://imadewira.com/wp-content/uploads/2009/12/Tirta-Empul-Tampak-Siring.jpg  

Melukat adalah salah satu ciri khas spiritualisme Hindu. Sebab melukat telah ada sejak jaman Veda, dimana dalam Veda sendiri tentang melukat ada dibahas dalam belasan sloka. Tapi dalam agama lain juga ada, seperti misalnya dalam tata cara Buddha di Tibet dan Kamboja.  Melukat adalah menerima pembersihan dan penyembuhan langsung dari Ibu pertiwi dan Bapak alam semesta. Medianya adalah air, karena air di alam berfungsi sebagai media penghantar dan sekaligus sumber vibrasi energi suci alam semesta yang sangat baik. Energi-energi negatif yang menghambat di dalam diri kita dicerai-beraikan, untuk kemudian diselaraskan dengan energi alam semesta yang suci. Fenomena ketidakseimbangan aliran energi ini sendiri bisa dideteksi sejak awal mula sekali, melalui kondisi kesehatan kita dan bagaimana riak-riak emosi dan perasaan kita sendiri.


Dalam Veda disebutkan bahwa tubuh dan pikiran kita ini sebuah sistem [bhuana alit] yang merupakan bagian dari maha-sistem [alam semesta/bhuana agung]. Semuanya saling mempengaruhi satu sama lain, melalui vibrasi-vibrasi yang tidak bisa kita lihat dengan mata, yang disebut vibrasi kosmik. Energi suci yang ada di alam semesta dapat mentransformasi kecenderungan negatif di dalam lapisan tubuh kita menjadi positif.

Di berbagai belahan dunia, "purification bath" atau melukat selalu dilakukan langsung berinteraksi dengan alam, agar alam semesta yang melakukan pemurnian. Tapi kalau di Bali ada juga melukat dilaksanakan melalui perantara oleh pandita, pemangku atau orang-orang tertentu seperti balian, dasaran, dll. Akan tetapi melukat seperti itu sangatlah ditentukan oleh tingkat kesiddhian dan kebersihan bathin orang yang melakukan penglukatan tersebut. Dan kita tidak tahu. Yang terbaik tetaplah pembersihan dan penyucian ini dilakukan langsung oleh alam semesta, karena alam semesta memiliki sifat memurnikan.


FAKTOR YANG MENENTUKAN
Ada empat faktor yang menentukan di dalam pelaksanaan melukat, yaitu : 
  1. Kebersihan bathin dan keseharian kita sendiri
    Analogi yang mungkin mendekati untuk bisa menjelaskan adalah : pikiran dan badan kita ini ibarat gelas yang akan menampung energi alam dan energi alam ibarat air yang akan mengisi gelas tersebut. Semakin bersih pikiran kita dari sad ripu, semakin besar ”gelas-nya”, sehingga semakin banyak energi suci alam yang bisa ”ditampung” dan hasilnya tentu semakin baik.

    Tapi jangan khawatir bagi orang yang merasa bathin dan kesehariannya kurang bersih. Bagi orang yang tidak-tenang, gelisah, banyak marah, banyak benci, penuh nafsu, dll, justru melukat bisa sangat membantu menetralisir energi-energi negatif di dalam diri kita. Tapi dengan catatan hal ini harus dilakukan dengan benar dan rutin, sehingga melukat dapat menjadi hal yang sangat membantu meningkatkan pertumbuhan [evolusi] jiwa kita.

  2. Lokasi.

    Upahvare girinam samghate ca
    Nadinam, dhiya vipro ajayata
    [Rig Veda VIII.6.28]
     

    Di tempat-tempat yang hening, di gunung-gunung [daerah pegunungan] pada pertemuan dua buah sungai [campuhan], disanalah para maharsi mendapatkan pemikiran yang jernih [suci]. 

    Tam u sucim sucayo didivansam
    Apam napatam parithasthur apah
    [Rig Veda II.35.3]. 

    Air suci murni yang mengalir, baik dari mata air maupun dari laut, mempunyai kekuatan yang menyucikan. 

    Lokasi melukat sangatlah penting untuk kita perhatikan, baik secara niskala maupun sekala. Melukat harus dilaksanakan pada tiga lokasi titik air di alam yang terbaik, yaitu : sumber mata air dimana dijadikan tempat suci [misalnya : beji, pathirtan, dll], sungai suci atau pada campuhan [titik pertemuan dua buah sungai atau lebih] tertentu atau bisa juga di pantai [laut]. Lokasi-lokasi seperti ini umumnya memiliki vibrasi positif yang sangat kuat. Kalau mata bathin kita sudah terbuka, kita akan bisa melihat bahwa di beji, pathirtan atau campuhan umumnya sangat disukai oleh mahluk-mahluk halus, karena mereka sendiri juga mendambakan energi positif dari tempat ini.

    Ada dua hal yang sebaiknya kita perhatikan : 
    Secara niskala : sumber mata air, campuhan atau pantai tempat melukat, selayaknya dipilih yang memiliki vibrasi energi alam yang kuat. Akan tetapi tentunya hal ini tidak bisa dilihat oleh orang biasa secara kasat mata, hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang mata bathinnya sudah terbuka. Tapi seandainya kita orang biasa yang tidak tahu caranya, kita bisa mencoba berbagai tempat melukat terlebih dahulu. Lalu kita bisa memastikannya dengan merasakannya sendiri, lokasi mana yang paling bisa membuat bathin kita menjadi jernih dan sejuk. 

    Secara sekala : sumber mata air, campuhan atau pantai tempat melukat, harus memiliki air yang bersih atau jernih dan tidak tercemar. Karena hal ini juga ikut mempengaruhi kualitas air sebagai media perantara.

  3. Tehnik 
    Di bagian penjelasan tentang tehnik ini ada dua hal yang sebaiknya menjadi perhatian kita. 

    Pertama : persembahyangan, baik sebelum melukat maupun setelah melukat. 
    Dimanapun kita melukat, sebaiknya kita sembahyang dahulu sebelum melukat. Kalau anda punya pejati silahkan, tapi kalau tidak ada pejati dengan bekal satu canang dan dupa saja sudah cukup. Seandainya juga tidak ada canang dan dupa, bisa kita gantikan dengan mempersembahkan Gayatri Mantra. 

    Apo asman matarah sundhayantu 
    Ghrtena no ghrtapvah punantu 
    Visvam hi ripram pravahanti devir 
    Ud id abhyah sucir a puta emi 
    [Rig Veda X.17.10] 

    Semoga air suci berkah alam semesta ini menyucikan diri kami sehingga kami bercahaya gemerlapan. Semoga diri kami dibersihkan oleh air suci ini. Semoga air suci ini melenyapkan segala kekotoran kami. Kami akan bangkit [dari kegelapan] dan memperoleh kesucian darinya. 

    Dalam Veda ada berbagai mantra untuk persembahyangan sebelum melukat. Seandainya kita tidak hafal, persembahyangan bisa kita mulai dengan melafalkan Gayatri Mantra. Setelah itu kita mohon kepada Hyang Acintya dan dewa-dewi yang berstana disana, agar melalui penglukatan tersebut badan dan pikiran kita dibersihkan dari segala energi negatif. Khusus untuk di laut, kita mohonkan kepada Hyang Acintya dan Hyang Baruna [Dewa Varuna].

    Setelah selesai melukat sebaiknya kita kembali sembahyang [Gayatri Mantra] atau sama baiknya juga kalau kita meditasi. 

    Kedua : Tanpa busana. 
    Ada dua latar belakang mengapa kita sebaiknya melukat tanpa busana.  

    -  Karena sesungguhnya ketelanjangan memiliki energi pembebasan yang sangat besar -
    Ketika kita tanpa sehelai benang-pun, disana terjadi banyak sekali pelepasan energi-energi negatif yang menekan dan membebani bathin kita. Itulah rahasia-nya mengapa dalam berbagai tradisi spiritual hal ini banyak dilakukan. Misalnya di Jawa kita mengenal Tapa Wuda [meditasi yang dilakukan tanpa busana]. Juga di India para yogi himalaya [naga sadhu] dari salah satu sekte Shiva-Tantra, mahayogi bernama Mahavira dan para pertapa-pendeta dari Agama Jain, mereka semua bahkan terus menerus sepanjang waktu kemana-mana tanpa sehelai benangpun. Ketelanjangan abadi mereka tentu saja bukan porno, terutama karena porno hanyalah sebentuk pemikiran, akan tetapi sebaliknya karena dari ketelanjangan terdapat energi pembebasan yang sangat besar. Energi ini oleh alam semesta akan ditransformasikan menjadi energi positif bagi badan [menguatkan dan menyembuhkan badan fisik] dan energi positif bagi pikiran [membersihkan bathin dari kemarahan, dendam, iri hati, rasa inguh, kebencian dan pikiran gelap lainnya]. 

    Dalam teks-teks Hindu ini disebut "avadhuta digambara", yang berarti "berpakaian langit [tanpa busana] yang suci". Tanpa penghalang apapun melekat di badan, sebagai penyatuan kosmik dengan keseluruhan alam semesta yang tak terukur batas-batasnya. Serta melepaskan banyak energi-energi negatif yang menekan bathin kita. Dari rasa takut menuju ketabahan, dari kemarahan menuju welas asih, dari kebencian menuju perdamaian, dari keinginan menuju pelepasan, dari kegelapan menuju penerangan. Dimana semuanya adalah satu manunggal tanpa batas. Kita bukanlah tubuh ini dan pikiran ini, melainkan semuanya adalah satu manunggal tanpa batas dalam kemahasucian semesta. 

    Apo adyanv acarisam rasena sam agasmahi 
    Payasvan agna a gahi sam prayaya sam ayusa 
    [Rig Veda I.23.23] 

    Sekarang kami menerjunkan diri ke dalam air ini, kami meleburkan diri manunggal dengan kekuatan yang mewujudkan air ini. Semoga kekuatan suci yang tersembunyi dalam air ini, menyucikan dan memberikan kekuatan suci kepada kami. 

    - Karena seluruh bagian dari badan, termasuk bagian yang tersembunyi, semuanya harus berinteraksi langsung dengan air tanpa halangan. Sehingga proses pembersihan dapat terjadi sempurna - 
    Seperti halnya alam semesta [bhuana agung], badan kita [bhuana alit] juga terbagi menjadi Tri Loka [tiga bagian]. Bhur Loka pada badan kita adalah bagian pusar ke bawah sampai ujung kaki. Bvah Loka pada badan kita adalah bagian leher ke bawah sampai pusar. Svah Loka pada badan kita adalah bagian leher keatas sampai ujung kepala. Di masing-masing bagian tersebut terdapat kekacauan simpul-simpul energi negatif yang ketiganya saling berhubungan satu sama lain. Pada Svah Loka titik pusat simpul energi negatif-nya terletak pada wilayah dahi, yang merupakan simpul energi dari kecenderungan pikiran atau persepsi pikiran kita. Pada Bvah Loka titik pusat simpul energi negatif-nya terletak pada wilayah dada, yang merupakan simpul energi dari emosi dan perasaan kita, seperti misalnya : rasa sedih, rasa senang, rasa marah, rasa kecewa, dll. Pada Bhur Loka titik pusat simpul energi negatif-nya terletak pada wilayah antara kemaluan dan dubur, yang merupakan simpul energi dari kecenderungan binatang kita, seperti misalnya : tidak ada sifat welas asih, tega, kejam, serakah, mementingkan diri sendiri, penuh nafsu keinginan, suka berkelahi, bertengkar, iri hati, dll. 

    Sangat penting dalam proses pembersihan ini, seluruh bagian dari badan, termasuk bagian yang tersembunyi, semuanya harus berinteraksi langsung dengan air tanpa halangan. Itulah sebabnya dilakukan tanpa busana. Karena hanya dengan badan yang sepenuhnya terbuka, disana seluruh kekacauan simpul-simpul energi negatif yang ada pada ketiga loka pada lapisan-lapisan badan kita akan dibersihkan secara menyeluruh. Sehingga proses pembersihan ini efektif, dimana energi suci alam semesta terdistribusi dengan baik, dapat lebur menyatu dengan keseluruhan lapisan badan fisik dan lapisan badan halus kita. 

    [Note : Sayangnya karena ketidaktahuan dan kesalahpahaman, di jaman sekarang ini ada sebagian pendapat yang mulai berubah, yang mengatakan melukat tidak boleh tanpa busana karena dianggap tabu, porno atau tidak sopan. Sehingga kemudian yang berinteraksi dengan air tanpa halangan hanya bagian kepala saja [svah loka]. Ini adalah pandangan yang salah dan tidak lengkap. Sama saja seperti Lingga - Yoni, dianggap hal yang tabu, namun sebenarnya itulah proses besar untuk alam semesta ini. Sebagai penganut ajaran dharma kita harus sepenuhnya sadar bahwa tabu, porno atau tidak sopan sesungguhnya hanya produk pikiran, hanya ada di pikiran kita saja]. 

    Saat kita melukat ucapkan mantram : Om sarira parisudhamàm swàha [semoga badan fisik dan badan pikiran hamba menjadi suci]. Kalau melukat di mata air, ucapkan mantram tersebut di setiap pancuran [masing-masing] sebelum kita membasahi rambut, membersihkan seluruh bagian badan dan sebelum meminum airnya tiga kali. Kalau melukat di campuhan atau laut, ucapkan mantram tersebut sama juga sebelum kita membersihkan diri, tapi tidak usah meminum airnya. Lebih baik lagi kalau proses melukat ini [terutama di mata air dan campuhan], kita lakukan juga sambil mandi dan keramas [dengan sabun dan shampoo]. 

    Jalasena–abhi sincata 
    Jalasena-upa sincata 
    [Atharva Veda VI.57.2] 

    Mandilah [mandi seperti biasa] dan basahi seluruh bagian tubuh [semua bagian tubuh terkena air langsung] yang dipengaruhi [penyakit dan energi negatif] di dalam air suci.

  4. Waktu.
    Sebenarnya waktu untuk melukat baik dan bisa dilakukan kapan saja setiap saat. Akan tetapi pada waktu-waktu tertentu vibrasi kosmik alam semesta lebih kuat dibandingkan hari-hari lainnya. Veda menyebutkan bahwa matahari mempengaruhi kepribadian kita dan bulan mempengaruhi pikiran kita. Kalender Bali dan Kalender Jawa [dengan dewasa ayu / hari baik-nya] sebenarnya adalah buku petunjuk yang selaras dengan Veda, yang diwariskan oleh tetua kita untuk kita semua, untuk bisa membantu kita mengenali hari-hari mana saja yang memiliki vibrasi alam yang kuat untuk kegiatan spiritual tertentu.

    Salah satu pemilihan waktu [dimana vibrasi alam kuat] untuk melukat yang disarankan adalah pada saat Purnama, Purwani [satu hari sebelum dan sesudah purnama], Ngembak Geni [sehari setelah Nyepi], Banyu Pinaruh [sehari setelah hari raya Saraswati] dan Tilem [bulan mati], dll.

KESALAHPAHAMAN TENTANG MELUKAT
Ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa melukat dapat menghapus dosa atau menghapus karma buruk. Pendapat ini sama sekali tidak benar. Karena hukum karma hanya bisa berhenti ketika kita sudah mengalami moksha [pembebasan sempurna].

Melukat adalah proses untuk membersihkan kekacauan simpul-simpul energi-energi negatif dari dalam diri kita dengan bantuan alam semesta. Sehingga lapisan-lapisan badan kita dibersihkan menjadi lebih segar-seimbang dan dan tranformasi pikiran kita juga dibersihkan menjadi lebih baik dan terang. Terutama bila kita melakukannya secara tekun dan rutin, misalnya rutin setiap purnama dan tilem dan harus dilakukan dengan cara yang benar sesuai penjelasan diatas.

PENUTUP

Apo asman matarah sundhayantu
Ghrtena no ghrtapvah punantu
Visvam hi ripram pravahanti devir
Ud id abhyah sucir a puta emi
[Rig Veda X.17.10]

- Semoga air suci berkah alam semesta ini menyucikan diri kami sehingga kami bercahaya gemerlapan. Semoga diri kami dibersihkan oleh air suci ini. Semoga air suci ini melenyapkan segala kekotoran kami. Kami akan bangkit [dari kegelapan] dan memperoleh kesucian darinya.

Sebenarnya setiap hari para dewa-dewi dan alam semesta ingin menuangkan air suci yang berkelimpahan ke bathin kita. Sayangnya kebanyakan orang tidak sadar dan tidak nyambung dengan hal ini karena kebanyakan orang [ibarat gelas], gelas jiwa dan badannya ditinggikan dan ada sebagian orang gelas jiwa dan badannya ditutup. Ketika gelasnya direndahkan dan dibuka, maka disanalah air suci semesta yang memurnikan diri bisa masuk ke dalam jiwa.

Rumah Dharma – Hindu Indonesia
9 Mei 2010

Egoevolusi - Sebuah Langkah Menuju Kedewasaan

Om Suastiastu,

Perjalanan hidup selama 23 tahun ini sangat berliku, penuh dengan masalah dan cobaan. Hampir merasa putus asa dan tanpa harapan. Dan yang terburuk adalah pikiran bahwa tidak pantas lagi untuk HIDUP. Dalam kegelapan mencoba kembali menelaah ulang perbuatan-perbuatan di masa lalu yang penuh adharma. Mungkin perbandingannya hanya 4:10 antara kebaikan dan keburukan. Inilah Phala yang dituai dari Karma yang ditanam. Sadar untuk mencoba mengayunkan kaki berbelok ke arah cahaya yang tampak samar di kejauhan. Diawali dengan sebuah tulisan yang diharap dapat selalu menyadarkan pembacanya. Itulah Aku.

Satu halaman awal yang (semoga) merupakan lembaran baru dari sebuah kehidupan seorang anak manusia yang ingin merubah pola pikir kanak-kanaknya. Mendekatkan diri kepada Tuhannya, mensucikan diri dari kekotoran duniawi, meniti langkah untuk masa depannya. Egoevolusi, sebuah langkah menuju kedewasaan. Semoga bermakna bagi pembacanya.

Om, Shanti, Shanti, Shanti Om 
( Semoga damai di hati, damai di dunia, damai selalu )